Yang Terhomat Bapak..... Selaku
Kepala SMA Negeri 1 Suka Lulus
Yang kami hormati bapak/ibu guru
pengajar dan teman-teman yang saya sayangi
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Pertama tama dan yang paling
utama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kita semua dapat
berkumpul pada kesempatan kali ini dengan keadaan sehat wal’afiat. Kedua
kalinya sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman
keemasan yang seperti ini.
“Siswa-Siswi yang saya cintai,
demi lancarnya Ujian Nasional yang akan dilaksanakan bulan depan, marilah kita
menjalankan Istighotsah bersama supaya Nilai yang diperoleh nanti memuaskan
hingga kalian lulus serta pelaksanaan Ujian Nasional dapat berjalan lancar
tanpa halangan suatu apapun. Amien.”Begitulah kira-kira sambutan
seorang guru dimana di sekolah akan dilaksanakan Ujian Nasional, baca saja UN.
Berbicara tentang Ujian Nasional (UN) apakah penting dan wajibkah bagi kita?
Untuk jawabannya, dapat diketahui dari beberapa patah kata di bawah ini. Ketika
mendengar kata “UN”, pikiran kita akan melayang membayangkan pengalaman
melewati masa-masa kritis penghujung sekolah, setumpuk buku, les tambahan yang
cukup merogoh kantong orang tua. Ujian Nasional menjadi momok menakutkan
akhir-akhir ini. Seakan – akan Ujian Nasioal lah penentu masa depan para siswa.
Sekilas pelaksanaan Ujian Nasional merupakan sebuah kewajiban, namun dibalik
pelaksanaan UN tersebut masih menyimpan banyak pertanyaan yang masih mengganjal
dalam benak, hati, dan fikiran. Beberapa pertanyaan tersebut adalah seperti
berikut :
Kenapa Istighotsah
besar-besaran hanya dilaksanakan saat menghadapi UN saja?
Kebanyakan orang tua/wali siswa masih beranggapan bahwa jika
nilai UN rendah, maka siswa tidak akan lulus ujian, dan apabila ujian tidak
lulus maka siswa tersebut tidak akan lulus sekolah. Maka dari itu, orang
tua/wali dengan kerelaan hati dan ikhlas menjalankan istighotsah besar-besaran
demi lancarnya pelaksanaan UN tersebut. Hal yang mengganjal adalah kenapa
mujahadah seperti ini dilaksanakan untuk kelancaran pelaksanaan UN, bukankah
seharusnya istighotsah ini dilaksanakan demi kebaikan pembelajaran yang selama
ini dilaksanakan oleh siswa. Dan seharusnya istighotsah besar-besaran ini
dilaksanakan setiap bulan atau bahkan setiap minggu dikarenakan siswa itu
belajar setiap hari, tidak hanya belajar ketika akan melaksanakan UN saja.
Apakah UN
harus dijalanakan dalam rangka menuntaskan kelulusan atau sebagai penuntasan
kebodohan?
Setiap manusia pasti memiliki potensi yang sangat berbeda, Zaid
memiliki potensi bidang seni, Ahmad memiliki potensi di bidang matematika, dan
Andi memiliki potensi di bidang keuangan. Tidak mungkin satu orang memiliki
potensi yang banyak, toh kalaupun ada yang memiliki potensi banyak pastilah
jarang ditemukan dan hanya orang-orang tertentu saja. Begitulah nasib siswa
siswi saat ini, ketika ia berpotensi menjadi seorang jurnalis ia harus
diwajibkan menguasai ilmu matematika. Ketika ada siswa yang memikiki potensi di
bidang seni, ia harus menguasai ilmu matematika. Ketika ada siswa yang
berpotensi menjadi seorang manajer ia diharuskan menguasai sejarah. Padahal itu
tidak ada kaitannya sama sekali.
UN bukanlah
momok dalam seluruh Ujian yang telah dilaksanakan di sekolah, lalu kenapa
sampai sekarang masih banyak orang yang lebih prihatin terhadap UN dibandingkan
dengan pembelajaran yang efektif?
Penulis
bukanlah orang tua yang siswanya sedang menempuh pembelajaran di sebuah satuan
pendidikan, namun ketika UN akan segera dilaksanakan penulis sempat melihat
sekeliling melihat keadaan orang tua yang putra putrinya akan melaksanakan UN
di sebuah satuan pendidikan. Begitu prihatin akan keadaan putra putrinya yang
setiap siang dan malam selalu bergelut dengan buku.
Apakah itu salah/benar? Hal itu ada salah dan ada benarnya? Pandangan benar, ya
karena putra putrinya akan segera melaksanakan UN dimana UN adalah penentu
kelulusan bagi putra putrinya, dan ketika putra putrinya gagal dalam UN maka
apakah kata tetangga dan seluruh saudara yang selalu mendukung putra putrinya
dalam Ujian kompetensi perlombaan daerah yang selalu diikuti oleh putra
putrinya? Hahahah. Pandangan yang sangat rendah.
Jika hasil
akhir nilai yang tercantum dalam nilai Ijazah adalah 40:60, 40 untuk nilai
harian dan 60 untuk nilai UN, maka bukankah UN adalah sebuah penentu dalam
kelulusan siswa? Dan apabila UN adalah penentu kelulusan, lalu kerja keras
selama 2 atau 5 tahun lebih sekian hanya dinilai 40%?
Bukan berarti membela hak yang seharunya tidak perlu dibela,
namun sudah menjadi sebuah momok di khalayak umum jika UN adalah sebuah cara
untuk memperoleh nilai sebesar 60% nilai yang tercantum dalam Ijazah. Maka
setiap satuan pendidikan selalu berusaha supaya pelaksanaan UN dapat berjalan
lancar dan seluruh siswa yang melaksanakan UN mendapat nilai yang cukup tinggi
sehingga dapat mendongkrak kelulusan. Apakah hal tersebut dinilai kaprah,
ketika kerja keras selama 2 tahun lebih sekian dan 5 tahun lebih sekian untuk
tingkat SD/MI/Sederajat hanya diberikan imbalan 40%? Sangat tidak lumrah. Kalau
memang pemerintah menginginkan persenan untuk penilaian yang dicantumkan dalam
SKHU, bukankah seharusnya nilai yang telah diperoleh selama 2 tahun lebih, atau
5 tahun lebih itu mendapat nilai persen yang lebih tinggi. UN hanya
dilaksanakan selamam beberapa hari sedangkan dalam menuntut ilmu, siswa itu
telah bekerja keras selama sekian tahun. Melihat hal tersebut, jika memang
nilai akan dibuat persen, alangkah baiknya jika untuk penilaian UN sebesar 10%
dan nilai harian yang tercantum di raport bernilai 90%. Hal tersebut menimbang
dari kerja keras siswa selama 2 tahun lebih sekian dan 5 tahun lebih sekian
bulan.
Apabila UN
adalah penentu kelulusan, lalu dimanakah posisi Ujian Sekolah yang mana sekolah
lebih tahu dengan keadaan siswa yang bersangkutan dibandingkan dengan korektor
maupun panitia UN yang terdiri dari orang-orang pusat (Kemendikbud RI)?
Kenapa kebijakan kelulusan siswa siswa yang melaksanakan UN
harus dari pemerintah, sedangkan dari satuan pendidikan masing-masing tidak
memperoleh kebijakan atas kelulusan siswa siswinya? Ujian Nasional merupakan
sebuah Ujian yang mana penyelenggara dan korektor adalah dari pusat, lalu
dimanakah posisi Ujian Sekolah ditrmpatkan. Padahal yang lebih mengetahui
potensi siswa adalah dari pihak sekolah sendiri.
Ditinjau dari sudut pandang di atas, untuk mengatasi pro dan
kontra yang ada maka Ujian Nasional harus tetap dilaksanakan tapi
kelulusan tidak bisa ditentukan dengan nilai hasil Ujian Nasional saja, karena
banyak sekali terjadi sesungguhnya anaknya cerdas tapi dia tidak lulus, mungkin
karena saat Ujian Nasional dia sakit atau jawabannya tidak bisa dibaca oleh
komputer sehingga nilainya kurang dari standar. Bahkan disebuah acara televisi
“ kick andy” pernah ada seorang siswa yang sampai dua kali tidak lulus karena
mempertahankan kejujuran. Jadi kelulusan tidak hanya ditentukan oleh hasil
Ujian Nasional, Guru pun bisa menentukan kelulusan, karena sejatinya Gurulah
yang mengetahui karakter para siswanya. Ujian nasional juga seharusnya tidak
harus banyak paket soal karena semakin banyak paket soal maka semakin besar
kemungkinan para siswa untuk mencari kunci jawaban.
Sekian pidato dari
saya, apabila ada kurang lebihnya saya mohon maaf yang sebesar besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.